Thursday 26 March 2015

Kado Teristimewa dari Suamiku

"Sayang"
Ini long weekend untuk sekedar kita santai pagi, ayo bangunlah segera, ucapmu demikian.
Aku yang terjaga lebih lama darinya memutuskan bangun. Membersihkan diri, menghadap-Nya. Subuh tidak pernah lama, lima menit cukup untuk membumbui doa dengan pengharapan.
Pagi ini, dia yang bersedia membangunkan diantara kita, tidak seperti hari sibuk yang memaksa aku bangun lebih awal, menyiapkan keperluanmu, perlengkapan kerja sekaligus sarapan pagi untuk kita berdua.
Minggu bersahabat, keadaan diluar sana juga sedang cerah, kabut pagi masih menyamarkan matahari, kicauan burung menderu dari balik pohon kecil dihalaman rumah.
Kau duduk menghadap taman rumah kita, tidak luas tapi merasa cukup dengan percikan air mancur sederhana yang dibawahnya ada kolam untuk ikan-ikan kecil. Kolam ini ide darimu, yang selalu menemani mencari hiburan tanpa perlu keluar rumah, sekedar penghilang suntuk di sore hari.
Halaman belakang rumah kita selalu punya cerita, impian yang belum menghadirkan tangis bayi mungil kita. Halaman rumah inilah aku selalu menemukan cintamu, yang selalu punya kejutan baru setiap pagi. Setiap pagi kau pasti membawakan kado dimeja kayu ini, barang-barang yang ingin kumiliki setiap hari berkurang terpenuhi, dari panci sampai sepatu yang tidak murah. Moment inilah yang membuatku bersyukur mempunyai pendamping sepertimu, mau melatihku banyak pekerjaan sederhana, menegurku dengan kasih sayang, kau ini pendampingku yang terkasih, setiap pagi aku menemukanmu tersenyum untukku, walau pekerjaanmu membuatmu suntuk.
Dimeja teras belakang yang menghadap halaman dengan taman kecil kau tidak meletakkan sekotak kado, atau bungkusan kecil. Kau meletakkan secangkir kopi dengan uapnya masih mengepul, baru saja dibuat.
Aku mendekatimu masih dengan senyumku. "Assalamualaikum", salamku kepadamu. Kau tersenyum, berdiri mencium keningku, lantas melanjutkan menjawab salamku.
"Waalaikumsalam, sayang, kau cantik hari ini."
Aku hanya tertawa kecil mendengar pujianmu.
"Isteriku, jangan mencari sekotak kado dimeja ini, kau tidak akan menemukannya",
"Suamiku, walaupun engkau setiap pagi memberiku sekotak kado, itu tidak pernah lebih berharga dari secangkir kopi pagi bersamamu."
"Baiklah, isteriku aku punya masa depan untukmu."
"Bolehkan aku tahu, suamiku?"
"Isteriku, aku selalu menemukanmu setiap pagi tersenyum, ikhlas menemani malamku, mempersiapkan keperluan untuk kerjaku. Kau juga membangunkanku setiap pagi untuk menunaikan kewajiban ibadah, kau memasak untuk sarapan sekaligus perbekalanku dikantor. Isteriku, apa kau tidak menyesal menikah denganku?"
Suamiku menatapku lembut, memegang erat kedua jemariku.
"Suamiku, atas izin Allah aku dipertemukan denganmu yang mungkin tidak pernah beruntung memilikiku." Tetesan air mataku sempurna jatuh ditangannya.
"Alhamdulillah, atas izin Allah aku ikhlas menikahimu, ikhlas menjadi imam penganti ayahmu, aku ikhlas dengan semua kekuranganmu, semoga juga demikian dengamu."
Aku tersenyum bangga padanya. 
Akhir pekan, selalu punya cerita untuk obrolan ringan berbobot bersama pasangan hidup. Waktu tepat untuk mencurahkan kasih sayang.
"hemm,,, akulah yang harus berterimakasih kepada Allah, karena DIA memberikanku kado setiap hari, kadonya adalah kamu, suamiku"
Suamiku tersenyum, senyum indah sekali yang jarang kutemui dengan moment romantis bersamanya.
Pernikahan kami berjalan satu tahun. Keteguhan hati serta imannya yang membuatku kuat sekaligus belajar menjadi isteri yang baik, taat suami dan taat agama.
Pagi ini, Allah punya kejutan yang mampu membolak balikkan hatiku. Kejutan yang membuatku lupuh seketika. Mungkin inilah kekuasaan yang tidak terbatas. Kebahagiaan sedetik berganti kesedihan.
"Isteriku, maafkan  imammu ini. Aku punya kejutan untukmu. Dan kejutan ini tidak pernah membuatmu suka. Dengarkan aku baik-baik, sayang. Tiga bulan lalu, apa kau masih ingat? Ketika aku pulang dengan tubuh lecet dan aku hanya bilang terpeleset. Itu adalah kejadian yang membuat hidupku pesimis. Keesokan harinya aku terpaksa berbohong denganmu, aku tidak berangkat kekantor, aku menuju rumah sakit untuk memeriksa keadaanku. Kau tahu sayang, jantungku tidak berfungsi dengan baik, terkadang pelan, terkadang sangat cepat. Dan aku tidak pernah tahu penyakit apa itu."
Aku menahan isak yang berasa sakit didada. Peluhku membanjiri gengaman tangannya.
"Isteriku, ketika itu dokter memvonis umurku tidak lama. Jantungku sewaktu-waktu berhenti."
Nafas suamiku, mulai patah-patah terhenti. Menatap kalimat yang ingin dia ucapkan kepadaku.
"Suamiku, jangan dipaksa bercerita. Aku mohon, berhentilah memaksa bicara"
Nadaku kacau melihat dirinya tertunduk dimeja.
Dengan wajah terbenam diantara lipatan tangan, dia mengengam jemariku erat. Aku panik harus berbuat apa.
"Suamiku, bangunlah"
"Huuh,,, huuhh,, maafkan,,, aku sayang. Aku harus,,, pulang,,,,".
*******

Kau tahu suamiku, ketika engkau telah kembali dipeluk Tuhan dengan kado terindahmu, pagi itu aku juga ingin memberikan kado untukmu, kado itu bernama penerusmu, dia yang kau tunggu selama satu tahun ini. sayangnya, Tuhan mendahulukanmu untuk pergi sebelum melihat buah hati kita.
Kado teristimewa dari Suamiku

jangan cuman dilihatin doang dong.
comment yukz :-)