"Sayang"
Ini long weekend untuk sekedar kita santai pagi, ayo bangunlah segera, ucapmu demikian.
Aku yang terjaga lebih lama darinya memutuskan bangun. Membersihkan
diri, menghadap-Nya. Subuh tidak pernah lama, lima menit cukup untuk
membumbui doa dengan pengharapan.
Pagi ini, dia yang bersedia membangunkan diantara kita, tidak seperti
hari sibuk yang memaksa aku bangun lebih awal, menyiapkan keperluanmu,
perlengkapan kerja sekaligus sarapan pagi untuk kita berdua.
Minggu bersahabat, keadaan diluar sana juga sedang cerah, kabut pagi
masih menyamarkan matahari, kicauan burung menderu dari balik pohon
kecil dihalaman rumah.
Kau duduk menghadap taman rumah kita, tidak luas tapi merasa cukup
dengan percikan air mancur sederhana yang dibawahnya ada kolam untuk
ikan-ikan kecil. Kolam ini ide darimu, yang selalu menemani mencari
hiburan tanpa perlu keluar rumah, sekedar penghilang suntuk di sore
hari.
Halaman belakang rumah kita selalu punya cerita, impian yang belum menghadirkan tangis bayi mungil kita. Halaman rumah inilah aku selalu menemukan cintamu,
yang selalu punya kejutan baru setiap pagi. Setiap pagi kau pasti
membawakan kado dimeja kayu ini, barang-barang yang ingin kumiliki
setiap hari berkurang terpenuhi, dari panci sampai sepatu yang tidak
murah. Moment inilah yang membuatku bersyukur mempunyai pendamping
sepertimu, mau melatihku banyak pekerjaan sederhana, menegurku dengan
kasih sayang, kau ini pendampingku yang terkasih, setiap pagi aku
menemukanmu tersenyum untukku, walau pekerjaanmu membuatmu suntuk.
Dimeja teras belakang yang menghadap halaman dengan taman kecil kau
tidak meletakkan sekotak kado, atau bungkusan kecil. Kau meletakkan
secangkir kopi dengan uapnya masih mengepul, baru saja dibuat.
Aku mendekatimu masih dengan senyumku. "Assalamualaikum", salamku
kepadamu. Kau tersenyum, berdiri mencium keningku, lantas melanjutkan
menjawab salamku.
"Waalaikumsalam, sayang, kau cantik hari ini."
Aku hanya tertawa kecil mendengar pujianmu.
"Isteriku, jangan mencari sekotak kado dimeja ini, kau tidak akan menemukannya",
"Suamiku, walaupun engkau setiap pagi memberiku sekotak kado, itu tidak
pernah lebih berharga dari secangkir kopi pagi bersamamu."
"Baiklah, isteriku aku punya masa depan untukmu."
"Bolehkan aku tahu, suamiku?"
"Isteriku, aku selalu menemukanmu setiap pagi tersenyum, ikhlas menemani
malamku, mempersiapkan keperluan untuk kerjaku. Kau juga membangunkanku
setiap pagi untuk menunaikan kewajiban ibadah, kau memasak untuk
sarapan sekaligus perbekalanku dikantor. Isteriku, apa kau tidak
menyesal menikah denganku?"
Suamiku menatapku lembut, memegang erat kedua jemariku.
"Suamiku, atas izin Allah aku dipertemukan denganmu yang mungkin tidak
pernah beruntung memilikiku." Tetesan air mataku sempurna jatuh
ditangannya.
"Alhamdulillah, atas izin Allah aku ikhlas menikahimu, ikhlas menjadi
imam penganti ayahmu, aku ikhlas dengan semua kekuranganmu, semoga juga
demikian dengamu."
Aku tersenyum bangga padanya.
Akhir pekan, selalu punya cerita untuk obrolan ringan berbobot bersama
pasangan hidup. Waktu tepat untuk mencurahkan kasih sayang.
"hemm,,, akulah yang harus berterimakasih kepada Allah, karena DIA memberikanku kado setiap hari, kadonya adalah kamu, suamiku"
Suamiku tersenyum, senyum indah sekali yang jarang kutemui dengan moment romantis bersamanya.
Pernikahan kami berjalan satu tahun. Keteguhan hati serta imannya yang
membuatku kuat sekaligus belajar menjadi isteri yang baik, taat suami
dan taat agama.
Pagi ini, Allah punya kejutan yang mampu membolak balikkan hatiku.
Kejutan yang membuatku lupuh seketika. Mungkin inilah kekuasaan yang
tidak terbatas. Kebahagiaan sedetik berganti kesedihan.
"Isteriku, maafkan imammu ini. Aku punya kejutan untukmu. Dan kejutan
ini tidak pernah membuatmu suka. Dengarkan aku baik-baik, sayang. Tiga
bulan lalu, apa kau masih ingat? Ketika aku pulang dengan tubuh lecet
dan aku hanya bilang terpeleset. Itu adalah kejadian yang membuat
hidupku pesimis. Keesokan harinya aku terpaksa berbohong denganmu, aku tidak
berangkat kekantor, aku menuju rumah sakit untuk memeriksa keadaanku.
Kau tahu sayang, jantungku tidak berfungsi dengan baik, terkadang pelan,
terkadang sangat cepat. Dan aku tidak pernah tahu penyakit apa itu."
Aku menahan isak yang berasa sakit didada. Peluhku membanjiri gengaman tangannya.
"Isteriku, ketika itu dokter memvonis umurku tidak lama. Jantungku sewaktu-waktu berhenti."
Nafas suamiku, mulai patah-patah terhenti. Menatap kalimat yang ingin dia ucapkan kepadaku.
"Suamiku, jangan dipaksa bercerita. Aku mohon, berhentilah memaksa bicara"
Nadaku kacau melihat dirinya tertunduk dimeja.
Dengan wajah terbenam diantara lipatan tangan, dia mengengam jemariku erat. Aku panik harus berbuat apa.
"Suamiku, bangunlah"
"Huuh,,, huuhh,, maafkan,,, aku sayang. Aku harus,,, pulang,,,,".
*******
Kau tahu suamiku, ketika engkau telah kembali dipeluk Tuhan dengan kado terindahmu, pagi itu aku juga ingin memberikan kado untukmu, kado itu bernama penerusmu, dia yang kau tunggu selama satu tahun ini. sayangnya, Tuhan mendahulukanmu untuk pergi sebelum melihat buah hati kita.
Kado teristimewa dari Suamiku
jangan cuman dilihatin doang dong.
comment yukz :-)