#30HariBersama Jatuh Cinta Dengan Patah Hatiku Part 6

Selasa pertama dibulan March inilah aku memutuskan menitihkan air mata di Madrasah. Bukan karena terlalu lemah dengan keadaan tapi sedang menutupi semuanya jauh dari orang-orang itu.
Merasa sama sekali tidak perlu menangis dihadapan orang-orang ini, yang mungkin ditertawakan karena cengeng. Sungguh kesedihan di pagi hari yang bekasnya tidak luntur terhapus hujan siang ini, tidak lenyap bersama matahari senja. Kesedihan yang akhirnya menumbangkan sebagian langkah yang harusnya dapat terjamah. Suara-suara inilah yang masih mengema disudut otak dengan cengkraman kuat pada ingatan. Aku terjaga dengan suara itu, menangis mengurangi beban yang belum dapat berkurang. Aku tidak pernah mengharap seburuk ini dipagi hari. Ternyata bersembunyi dengan air mata tidak mudah, butuh tenaga batin yang cukup kuat untuk kembali hidup. Menutupi semua dibalik senyum, menutupi air mata yang akhirnya jatuh kembali dikesendirian malam. Aku adalah perempan yang mencoba bersembunyi dari selasa pagi. 

Bersembunyi dari penglihatanmu, menunduk, berjabat tangan serta ucapan salam, itulah yang terakhir aku lakukan sebelum berderai air mata. Aku sedang mencoba kuat dengan tulisan, jemariku mengetik banyak kalimat untuk membangunkanku.
Apakah aku ini memang pembangkang?
Aku juga tidak tahu jawabanya, yang aku tahu aku ini tidak cukup didengar secara empati. Tidak ada ruang bagiku untuk mencurahkan keinginanku, mimpi-mimpiku, juga harapanku, yang membutuhkanmu. Membutuhkan semangat juga do'a yang manjur dikabulkan Allah. Entahlah aku juga tidak pernah tahu. Tapi Alhamdulillah, semuanya mengingatkanku tentang mulianya bersyukur, menerima dengan lapang, karena hidup ini siklus. Mungkin ini salah satu siklus untuk kedewasaanku. Aku, ingin didengar secara empati tanpa perlu dijawab. Alhamdulillah, semoga aku menjadi perempuan yang pandai bersyukur, pandai mengolah hati juga pandai mengolah kesedihan untuk sesuatu yang bermanfaat.

Apakabarmu sekarang?
Ketika aku memulis ini aku teringat kamu.